PENGGUNAAN ANALISIS SWOT UNTUK PENGEMBANGAN SK KD MATA
PELAJARAN IPS
( Siti Halimatus Sakdiyah )
Latar Belakang
Situasi lapangan pendidikan di seluruh tanah
air kita dalam menjalankan kebijakan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa secara kuantitatif maupun kualitatif, diwarnai oleh berbagai ketakrataan
(disparitas) kemajuan pendidikan antar daerah maupun propinsi, dan pertumbuhan
masyarakat yang saling dipengaruhi oleh dan mempengaruhi kemajuan pendidikan.
Disamping itu, kondisi sosial ekonomi, kultural yang sangat berbeda dari
berbagai lapisan masyarakat, menyebabkan kecepatan laju pembangunan dan tatanan
kehidupan berbeda menyolok satu sama lain.
Pada satu pihak know-how transfer dari berbagai teknologi yang
merupakan hasil peningkatan pengetahuan atau hasil pembangunan fisik seringkali
tidak diadaptasi secara bermakna di dalam lingkungannya, tetapi juga karena
pihak lain, dampak dari pembangunan fisik itu sendiri bersifat negatif dan
positif, dan mengakibatkan benturan berbagai nilai dalam pola pikir dan pola
tindak manusia. Dinamika perkembangan masyarakat Indonesia yang memiliki dua
kecenderungan paralel dengan dua kesiapan yang harus diadakan dalam menuju
kepada perkembangan ahli teknologi dan
perkembangan perubahan sikap dasar yang masing-masing terutama diurusi
oleh kegiatan pengajaran dan kegiatan pendidikan, dan keduanya dapat dicakup
oleh konsep sistem yang menyatukan kedua tema tersebut. Kalau pada satu pihak
kita memperhatikaan dua segi dari satu tema ini, maka pada pihak lain
peningkatan pendidikan bersifat kuantitatif dan kualitatif yang perlu juga
dibedakan (bukan dipertentangkan) strategi pengembangannya.
Dalam memberikan kesempatan belajar
kepada sebanyak mungkin manusia dalam waktu yang sesingkat mungkin, dituntut
keseimbangan dari inter dan intra sektor, program maupun proyek pembangunan
lainnya, dan mencakup pula keberhasilan keluarga berencana yang secara serempak
dan dinamis harus saling mendukung dan meningkatkan koordinasi perencanaan
sesuai dengan prioritas.
Pada masa yang lalu tidak jarang
persiapan mengajar hanya didasarkan intuisi semata. Artinya, kalau tiba-tiba
saja mendapat semacam ilham, lalu sang guru dapat mempersiapkan pelajaran untuk
besok pagi dengan bahan yang padat dan lancar. Tetapi karena datangnya ilham
seolah-olah dari langit (tidak sepenuhnya berasal dari kurikulum resmi), maka
sifatnya tidak objektif dan kadang-kadang penuh ambisi pribadi. Dalam
pelaksanaan pemgajaran, orientasi pertimbangannya hanya ditekankan dari segi
bagaimana metode mengajar, bukan perhatian kepada bagaimana cara belajar siswa
yang semudah-mudahnya. Demikian juga
guru beranggapan bahwa,asal disediakan sarana (media) pasti akan lebih baik.
Proses belajar mengajar sebenarnya tidak
semudah itu. Ini juga menjadi bukti bagi kita bahwa proses belajar mengajar
adalah suatu proses yang kompleks. Proses tersebut terdiri dari banyak bagian
yang saling berkaitan, tiap bagian memiliki fungsi tersendiri yang bekerja
dalam suatu kaitan yang lekat agar dapat mencapai keberhasilan. Apabila kita harus
mengandalkan pada salah satu komponen (subsistem) saja, maka siswa tidak akan
berhasil mencapai tujuan belajar.
Zaman sudah berubah, pola pikir sudah
berkembang, kurikulum tahun 1994, tahun 2004 KBK dan tahun 2006 KTSP, kemudian
ada istilah kurikulum yang disempurnakan, atau yang dikenal dengan KYD.
Keistimewaan KYD adalah bahwa pemerintah
memberikan kesempatan kepada daerah dan sekolah, khususnya kepada guru dan
kepala sekolah untuk melakukan improvisasi terhadap kurikulum yang akan diterapkannya.
Dalam hal ini para guru dan kepala sekolah diberi kebebasan dan keleluasaan
untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) yang sesupai
dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah dan daerah-daerah masing-masing;
bahkan menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dengan sekolah dan daerahnya.
Dengan
demikian, setiap sekolah dan daerah bisa menggunakan kurikulum yang sama tetapi
bisa juga berbeda, bergantung dari tingkat kemandirian sekolah masing-masing.
Bagi daerah dan sekolah yang sudah mampu, dapat mengembangkan kurikulum
sendiri, sementara bagi yang belum mandiri bisa menggunakan dan
memodifikasi kurikulum dari sekolah atau
daerah lain (dengan ijin tentunya), atau bisa juga menggunakan dan memodifikasi
perangkat kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP), dan/ atau Pusat Kurikulum (Puskur). Meskipun pada akhirnya sudah dapat
diduga bahwa kebanyakan sekolah dan daerah akan menginduk kepada kurikulum yang
dikembangkan oleh Depdiknas, karena biasanya tidak mau menanggung resiko.
Oleh karena itu, perlu ditekankan disini
bahwa BSNP dan atau Puskur harus memiliki berbagai ahli kurikulum dan ahli
bidang studi yang kompeten dalam menyusun kurikulum dan mengembangkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD), mereka harus memiliki kompetensi teoritis
yang tinggi, dibarengi dengan pengalaman lapangan (tahu kondisi sekolah) secara
mumpuni; dan yang paling penting bertanggung jawab secara moral dan spiritual.
Ini merupakan prasarat yang harus dipenuhi dalam memperbaiki kualitas
pendidikan nasional, agar perubahan-perubahan yang dilakukan tidak
membingungkan para pelaksana di lapangan, seperti yang sudah-sudah. Perubahan
juga harus benar-benar terarah, tidak asal bapak senang dan tidak asal perut
kenyang.
Hal penting lainnya yang berkaitan
dengan perubahan kurikulum adalah tim evaluasi yang bertugas untuk melakukan
pemantauan ke lapangan berkaitan dengan penerapan kurikulum. Tim ini perlu
dibentuk untuk melakukan pemantauan secara rutin dan langsung turun ke
lapangan, untuk melihat dan menganalisis SWOT, penerapan kurikulum di lapangan.
Tim ini juga harus benar-benar ahli dalam bidangnya, yang mampu melihat
kelemahan dan keunggulan dari kurikulum yang diterapkan di sekolah. Perbaikan ini
harus dilakukan secara terus
menerus (continuitas), sehingga
menghasilkan perbaikan kurikulum yang berkesinambungan pula (continuitas
quality improvement).
Sehubungan dengan beberapa kenyataan
diatas maka perlunya dikaji penggunaan SWOT untuk pengembangan SKKD di sekolah,
agar kita bisa memilih dan memilah serta melaksanakannya secara efektif,
efisien dan berhasilguna.
Grand Theory
PENGERTIAN SWOT
- Strength (Kekuatan)
a. Yuridis Formal
Dasar yuridis standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) merujuk pada dokumen-dokumen sebagai berkut : (1) Tap
MPR Nomer IV/MPR?1999 Bab IV tentang Pendidikan; (2) Undang-undang Nomer 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas); (3) UU RI Nomer
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (4) PP Nomer 25 Tahun 2000, dan Nomer 38
Tahun 1990 tentang Tenaga Kependidikan; (5) Keputusan Mendiknas Nomer 053/U/2001
tentang Pedoman Penyuluhan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan
Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan (6) PP Nomer 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP); (7) Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
b.
Sosialisasi
Yang telah Dilaksanakan
Meskipun pemerintah telah mengemukakan
bahwa tidak ada program dan jadwal khusus untuk sosialisasi kurikulum baru,
tetapi seperti yang pemerintah kemukakan juga bahwa sosialisasi telah
dilaksanakan dalam KBK. Ini berarti
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) tetap berpijak pada pendekatan
kompetensi. Dengan demikian, perubahan kurikulum (KYD) telah tersosialisasikan
pada saat sosialisasi KBK. Kondisi ini merupakan kondisi awal yang baik, karena
sekolah-sekolah sudah siap untuk melakukan perubahan kurikulum.
c. Budaya Gotong Royong dan Kemitraan
Budaya gotong royong dan kemitraan sebagai salah satu ciri masyarakat
Indonesia
masih ada dan bisa dikembangkan. Gotong royong dan kemitraan ini bisa
direvitalisasi untuk merealisasikan perubahan kurikulum di sekolah, sehingga
masyarakat mau membantu dan memberikan masukan terhadap seluruh kegiatan
pendidikan dan penerapan KYD, khususnya dalam pengembangan standar kompetensi
dan kompetensi dasar (SKKD). Dalam pada itu, budaya gotong royong juga dapat
dimanfaatkan untuk menangani berbagai permasalahan di sekolah, seperti kalau
ada kerusakan kecil di sekolah (bangunan sekolah), tidak perlu menunggu kucuran
dana, tetapi dapat ditangani secara bersama-sama oleh masyarakat sekitar
sekolah.
d. Potensi SDM
Hampir di setiap kabupaten dan kota
telah memiliki ahli kurikulum, dan bisa dimanfaatkan dalam perubahan kurikulum
dan penerapan KYD. Ke depan, semua guru dalam berbagai jenis dan jenjang
pendidikan minimal sarjana, dan ini merupakan potensi sumberdaya manusia (SDM)
yang dapat mempercepat perubahan di sekolah. SDM yang berkualitas merupakan
komponen yang paling menentukan dalam setiap lembaga dan organisasi. Tanpa
sumberdaya manusia, lembaga dan organisasi itu tidak akan pernah eksis.
Memahami hal hal tersebut, keliru jika suatu lembaga atau organisasi hanya
memperhatikan fungsi-fungsi administrasi, sebab misalnya rencana yang sudah
mapan, dan dijabarkan ke dalam program yang jelas, tidak dengan sendirinya
mendekatkan organisasi itu kepada tujuan yang hendak dicapai, juga tidak dengan
sendirinya dapat meningkatkan kualitas proses maupun hasil, tetapi terletak
pada sumberdaya manusia sebagai pelaksananya.
e.
Adanya Organisasi Formal dan Informal
Hampir di seluruh wilayah Indonesia telah memiliki organisasi formal
terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan seperti Kelompok Kerja
Pengawas Sekolah (KKPS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja
Guru (KKG). Organisasi-organisasi tersebut sangat berperan dalam membantu
melakukan perubahan kurikulum melalui berbagai pembinaan dan pelatihan
disamping organisasi profesi lain, seperti PGRI, FKG, ISPI juga merupakan
organisasi profesi yang bisa membantu memperlancar penerapan KYD di sekolah,
khususnya pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD).
- Weakness (Kelemahan)
a. Kultur Birokrasi
Budaya birokrasi yang masih
dipengaruhi feodalisme dimana para pejabat dan pimpinan lebih suka dilayani
daripada melayani masih tumbuh dan berkembang di sebagian besar wilayah dan
masyarakat Indonesia.
Kebiasaan lainnya seperti lemahnya mengambil prakarsa (inisiatif) serta selalu
menunggu juklak dan juknis tidak menunjang KYD. Dalam pada itu, dalam
lingkungan persekolahan perilaku manajerial kepala sekolah cenderung kurang
terbuka dan kurang demokratis dalam mengelola sekolahnya. Hal ini menyebabkan
kekurang percayaan dari guru terhadap kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan
semangat kerja guru.
Disamping kurang mandirinya
kepala sekolah, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah
kurang adanya sense of crisis (rasa krisis), sense of urgency (rasa penting)
terhadap pentingnya mutu pendidikan, sehingga menyebabkan lemahnya sense of
responsibility (rasa bertanggungjawab); sense of belonginess (rasa memiliki),
yang dapat menurunkan sense of participation atau rasa untuk berpartisipasi
aktif untuk memajukan sekolah.
b. Produktivitas Sekolah Masih Rendah
Rendahnya etos kerja dan
disiplin para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah menyebabkan
rendahnya produktivitas sekolah. Salah
satu indikator dari masalah ini adalah masih rendahnya prestasi belajar yang
dapat dicapai peserta didik. Rendahnya prestasi belajar ini sala satunya
tercermin dalam pencapaian nilai UAN (Ujian Akhir Nasional).
c. Pudarnya Kepercayaan Masyarakat terhadap
Produktivitas Sekolah
Masih ada kecenderungan
kurang percayanya masyarakat terhadap produktivitas sekolah. Sekolah-sekolah di
Indonesia
pada umumnya belum mampu melahirkan lulusan yang siap bersaing, baik untuk
kerja maupun untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Seringnya ganti
orang, ganti kebijakan dan kurang berhasilnya program-program inovatif dalam
pendidikan, seperti Link and Match,
Broad Based dan Competency Based Curriculum menyebabkan
menurun atau pudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan, terutama yang
dilaksanakan oleh sekolah. Hal tersebut ditandai oleh sulitnya para lulusan
sekolah juga memudarkan harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah.
d. Lulusan Sekolah Kurang Mampu Bersaing
Lemahnya daya saing lulusan sekolah banyak disebabkan oleh mutu hasil
lulusan yang belum sesuai dengan target, sehingga para lulusan masih sulit
untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk bisa diterima sebagai pegawai di
suatu lembaga atau dunia usaha dan industri kian hari bertambah, yang antara
lain harus menguasai bahasa Inggris dan komputer. Lulusan SLTP yang mau
melanjutkan ke SLTA tiap tahun bertambah, namun kemampuan bersaing dalam ujian
masuk pada umumnya masih rendah sehingga persentase mereka yang diterima di
sekolah unggulan hanya sedikit.
e. Kurangnya Sumber Belajar
Sumber belajar seperti
perpustakaan, laboratorium dan bengkel sangat menunjang kualitas pembelajaran.
Namun perhatian pemerintah melengkapinya masih kurang, dan belum menjangkau
seluruh sekolah. Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku
pedoman dan buku-buku paket, namun dalam pemanfaatannya masih kurang. Banyak
buku-buku paket yang belum dimanfaatan secara optimal, baik oleh guru maupun
oleh peserta didik.
f.
Banyaknya
Bangunan Sekolah yang Rusak
Salah satu kenyamanan belajar peserta
didik adalah bangunan sekolah dengan lingkungan yang aman dan nyaman untuk
belajar. Banyaknya bangunan yang rusak atau tidak memenuhi standar, sarana dan
prasarana pendidikan merupakan kelemahan pendidikan dan sekaligus menghambat
penerapan kurikulum di sekolah.
- Opportunities (Peluang)
- Adanya Lembaga BP3, Bakor BP3, Komite Sekolah, Komite Kecamatan dan Komite Kabupaten
Hampir
di setiap sekolah dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan sudah terbentuk
organisasi BP3. Di sebagian besar sekolah juga sudah dibentuk Komite Sekolah,
Komite Kecamatan dan Komite Kabupaten. Komite Sekolah ke depan akan menjadi
satu-satunya lembaga resmi yang ada. Penyederhanaan organisasi ini penting
dalam rangka menerapkan aasas efektivitas dan efisiensi pendidikan.
- Dukungan Dunia Usaha dan Industri
Meskipun dunia usaha dan industri sampai saat ini masih mengalami
kelesuan karena dampak krisis yang berkepanjangan, namun masih bisa diharapkan
untuk mendukung penerapan KYD, khususnya dalam pengembangan SKKD di sekolah.
Mereka masih bisa diajak kerjasama dan diminta dukungannya dalam penerapak KYD,
terutama dalam hal-hal yang menyankut praktek lapangan.
- Potensi Masyarakat yang Bisa Dikembangkan
Masih banyak potensi masyarakat yang bisa
dikembangkan dalam rangka menunjang penerapan KYD. Potensi masyarakat seperti
ide, gagasan, pikiran, tenaga serta materi banyak yang belum optimal
dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. Dengan adanya ketentuan bahwa
seluruh warga masyarakat di sekitar sekolah wajib untuk membantu pendidikan,
potensi tersebut bisa diidentifikasi, serta dimanfaatkan dalam bentuk
partisipasi nyata untuk membantu pendidikan. Pada masa yang akan datang hal
tersebut bisa lebih berperan dalam menunjang pendidikan. Masalahnya apakah ada
political will dari pemerintah untuk memasukkan dunia usaha secara bertahap ke
dalam sistem pendidikan.
- Adanya Organisasi Profesi
Organisasi profesi sebagai wadah untuk
membantu pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan seperti KPPS, K3S, KKG,
MGMP serta organisasi profesi untuk seluruh guru seperti PGRI, FORMOPPI, FKG
dan ISPI sudah terbentuk hampir di seluruh wilayah Indonesia, tidak saja di
kota-kota besar tetapi juga di pedesaan dan pelosok-pelosok masyarakat. Organisasi profesi ini akan lebih berperan
dalam kiprahnya bila kinerjanya dimaksimalkan.
- Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan
Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan memberi peluang
kepada sekolah dan daerah agar lebih otonom dalam melaksanakan fungsinya,
otonomi memberi peluang kepada sekolah untuk merencanakan perubahan agar mampu
mandiri. Dengan penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan lebih menekankan pada
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan,
serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Kewenangan diberikan kepada daerah kabupaten dan kota berdasarkan asas
desentralisasi dalam wujud otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. Otonomi
daerah telah membawa perubahan strategi, khususnya terhadap administrasi atau
manajemen pendidikan di Indonesia. Implikasi dan pelaksanaan otonomi daerah
tersebut adalah tuntutan dan produktivitas kerja, karena sumber-sumber daya
yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang harus digerakkan secara efektif
memerlukan ketrampilan organisatoris dan teknis sehingga mempunyai tingkat
hasil guna yang tinggi. Artinya, hasil yang diperoleh seimbang dengan masukan
yang diolah, melalui berbagai perbaikan cara kerja, serta mengurangi pemborosan
waktu dan tenaga. Dengan demikian diharapkan akan memperoleh hasil yang lebih
baik, dan pencapaian tujuan akan lebih efektif.
- Traith (Tantangan)
- Globalisasi
Globalisasi saat ini telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan di
semua negara sehingga perlu diantisipasi dengan cepat. Pada tahun 2003 AFTA
diberlakukan dan akan banyak sekali agenda perubahan yang harus segera
dipersiapkan termasuk pendidikan Bahasa Inggris, misalnya sebagai bahasa
komunikasi internasional akan sangat banyak diperlukan. Dengan demikian
pengembangan SKKD harus mampu mempersiapkan SDM yang mengacu pada kemampuan
untuk bersaing di era globalisasi. Era globalisasi merupakan era persaingan
mutu atau kualitas, yang kehadirannya melanda semua negara dan bersamaan dengan
masuknya abad 21. Hal ini merupakan kenyataan dalam sejarah ummat manusia,
dimana pergantian abad sekaligus pergantian millenium ditandai dengan
globalisasi ekonomi yang sangat pesat.
Globalisasi ini dimungkinkan dengan semakin luasnya pemanfaatan
teknologi modern (smart technology) seperti komputer,
telekomunikasi dan peralatan elektronik dalam berbagai aspek kehidupan.
- Pergeseran Paradigma Pendidikan
Perubahan paradigma pendidikan saat ini
harus mengubah pola dari teaching (mengajar) ke learning (belajar), sehingga
peserta didik harus terus didorong untuk terus menerus belajar dan belajar.
Kemanapun orang untuk selalu belajar akan melahirkan orang-orang yang terus
memperbaiki dirinya. Disamping itu, dengan berlakunya otonomi daerah, sekolah
mempunyai keleluasaan untuk mengembangkan cara-cara belajar sesuai dengan
kondisi dan potensi masing-masing.
- Rendahnya Kepercayaan Masyarakat tehadap Produktivitas Sekolah
Masyarakat selalu ingin mendapatkan hasil
pendidikan yang tinggi tetapi enggan membantu sekolah secara maksimal. Sikap
masyarakat juga kadang-kadang apriori dengan menyatakan bahwa hasil pendidikan
kurang bermutu tanpa ikut serta memikirkan bagaimana caranya agar hasil
pendidikan bisa lebih bermutu. Sikap semacam ini harus segera diubah karena
kalau dibiarkan akan merusak citra sekolah.
- Perubahan Organisasi Pengelolaan Pendidikan
Dalam otonomi daerah, pembangunan
pendidikan menuntut adanya organisasi pengelola pendidikan yang efektif dan
efisien. Hal tersebut menuntut peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan
di sekolah.
SWOT PENGEMBANGAN SK DAN KD
No
|
Analisis
SWOT
|
I
n d i k a t o r
|
1
|
Kekuatan (Strength)
|
a. Adanya dasar yuridis formal
b. Sosialisasi yang telah
dilaksanakan
c. Budaya gotong royong dan
kemitraan
d. Potensi SDM
e. Adanya organisasi formal dan informal
|
2
|
Kelemahan (Weakness)
|
a. Kultur birokrasi
b. Produktivitas sekolah masih
rendah
c. Pudarnya kepercayaan
masyarakat
terhadap produktivitas sekolah
d. Lulusan sekolah kurang mampu
bersaing
e. Kurang sumber belajar
f. Banyaknya bangunan sekolah
yang
rusak
|
3
|
Peluang (Opportunities)
|
a. Adanya BP3, Komite Sekolah
b. Adanya dukungan dunia usaha dan
industri
c. Potensi masyarakat yang bisa
dikembangkan
d. Adanya organisasi profesi pendidikan
e. Otonomi daerah dan desentralisasi
pendidikan
|
4
|
Tantangan (Traith)
|
a. Globalisasi
b. Pergeseran paradigma pendidikan
c. Rendahnya kepercayaan
masyarakat
terhadap produktivitas sekolah
d. Perubahan organisasi pengelolaan pendidikan
|
MANFAAT HASIL ANALISIS SWOT
Berbagai hasil kajian, diskusi dengan para pelaksana di lapangan, dan
masukan-masukan dari berbagai ahli pendidikan yang muncul ketika seminar
dan lokakarya dilakukan, maka dapat diidentifikasikan beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan
ancaman terhadap KYD. Upaya-upaya tersebut adalah mengubah pola pikir guru,
mengaktifkan kegiatan MGMP, meningkatkan disiplin peserta didik, membentuk
kelompok diskusi terbimbing, meningkatkan layanan perpustakaan dengan menambah
koleksi, dan mengadakan perubahan di kelas.
1.
Mengubah Pola Pikir Guru
Penerapan Kurikulum Yang
Disempurnakan (KYD) yang efektif dan efisien, menuntut guru untuk berkreasi
dalam menerapkan manajemen kelas, karena guru adalah teladan dan panutan bagi
seluruh peserta didik. Oleh karena itu, guru perlu siap dengan segala
kewajiban, baik yang menyangkut manajemen maupun materi pembelajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelasnya
dengan baik, jadwal pembelajaran, pembagian tugas peserta didik, kebersihan,
keindahan dan ketertiban kelas, pengaturan tempat duduk, serta penempatan berbagai alat pembelajaran harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Suasana kelas yang menyenangkan dan penuh
disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat belajar peserta didik.
Kreativitas dan daya cipta guru dalam penerapan KYD perlu terus menerus
didorong dan dikembangkan.
Guru merupakan faktor penting
yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta
didik dalam belajar. KYD antara lain
ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi terhadap hasil dan materi
kependidikan sebagai proses. Oleh karena itu, pembelajaran harus sebanyak
mungkin melibatkan peserta didik, agar mereka mampu bereksplorasi untuk
membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi, dan kebenaran secara
ilmiah. Dalam kerangka inilah perlunya perubahan paradigma (pola pikir) guru.
Agar mereka mampu menjadi fasilitator, dan mitra belajar bagi peserta didiknya.
Sehubungan dengan itu, untuk menyukseskan KYD perlu mengubah pola pikir guru,
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Tugas guru tidak hanya menyampaikan
informasi kepada peserta didik, tetapi harus dilatih menjadi fasilitator yang
bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh
peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan,
gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara
terbuka merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang
menjadi manusia yang beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan memasuki
era globalisasi yang penuh berbagai tantangan.
Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus
memiliki 7 (tujuh) sikap seperti yang diidentifikasikan Rogers (Dalam Knowles, 1984) sebagai berikut :
a.
Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan
keyakinannya, atau kurang terbuka;
b. Dapat lebih mendengarkan peserta didik,
terutama tentang aspirasi dan perasaannya;
c. Mau dan mampu menerima ide peserta didik
yang inovatif, dan kreatif bahkan yang sulit sekalipun;
d. Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap
hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran.
e. Dapat menerima balikan (feedback), baik
yang sifatnya positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang
konstrutif terhadap diri dan perilakunya;
f. Toleransi terhadap kesalahan yang
diperbuat peserta didik selama proses pembelajaran; dan
g. Menghargai prestasi peserta didik,
meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Dalam
rangka pengembangan SKKD, dan menyiapkan guru yang siap menjadi fasilitator
pembelajaran, hendaknya diadakan musyawarah antara kepala
sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas sekolah dan komite sekolah untuk
mengadakan pelatihan guru; bahkan kalau perlu memfasilitasi mereka untuk
melanjutkan pendidikan formalnya ke jenjang yang lebih tinggi, misalnya
menempuh pendidikan pascasarjana gratis dibiayai oleh Pemda.
Pembinaan kemampuan profesional guru juga dapat dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan berbagai kegiatan, memberi
saran, menegur, membimbing, menjadi wakil sekolah dengan kegiatan-kegiatan ekstra
kurikuler dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
2.
Revitalisasi MGMP
Hasil penelitian tentang pengaruh guru
terhadap hasil belajar peserta didik di Indonesia sangat rendah (sekitar
25%) sedangkan di Jepang mencapai 55%. Ini merupakan tantangan bagi guru dan
MGMP. Jumlah guru di sekolah pada umumnya sudah cukup memadai, tetapi suasana
belajar belum cukup kondusifakibat metode mengajar guru yang kurang bervariasi.
Melalui MGMP diharapkan persoalan dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati
KYD dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai
variasi metoda, dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kegiatan ini dibawah koordinasi Wakasek
Kutikulum dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior yang
ditunjuk oleh Kepala Sekolah. MGMP minimal bertemu satu kali perminggu
guna menyusun strategi pengajaran dan mengatasi masalah yang muncul. Disamping
itu MGMP sekolah dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata
pelajaran untuk membantu guru dalam memahami materi yang masih dianggap sulit
atau membantu memecahkan masalah yang muncul di kelas, maupun ahli metodologi
untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam memberikan materi pelajaran
tertentu.
MGMP
juga dapat menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar. Evaluasi
kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan
rencana berikutnya. Kegiatan MGMP yang dilakukan dengan intensif, dapat
dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk meningkatkan kapasitas
dan kemampuan guru serta menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang yang
diajarkan.
Melalui revitalisasi MGMP, diharapkan semua kesulitan dan permasalahan
yang dihadapi oleh guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dapat
dipecahkan, dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah melalui
peningkatan mutu pembelajaran (efective teaching).
3. Meningkatkan Disiplin
Rendahnya pendidik dan tenaga kependidikan baik dalam mengikuti aturan
dan tata tertib sekolah, maupun dalam melakukan pekerjaannya sangat erat
kaitannya dengan masalah disiplin. Oleh karena itu, dalam rangka penerapan KYD
(pengembangan SKKD) diperlukan adanya peningkatan disiplin untuk menciptakan
iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan
budaya kerja dan budaya disiplin para pendidik dan tenaga kependidikan dalam
melakukan tugasnya di sekolah.
Sekolah membuat aturan-aturan yang harus ditaati, khususnya oleh warga
sekolah, guru, peserta didik, karyawan dan kepala sekolah. Aturan tersebut
meliputi tata tertib waktu masuk maupun pulang sekolah, kehadiran di sekolah
dan di kelas serta proses pembelajaran yang sedang berlangsung, dan tata tertib
sekolah lainnya. Dengan meningkatnya disiplin, diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas jam belajar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan
meningkatkan iklim belajar yang lebih kondusif untuk meningkatkan
profesionalisme tenaga kependidikan dan mencapai hasil belajar yang optimal.
Meskipun demikian tidak dibenarkan MGMP
melakukan hal-hal yang menyimpang atau diluar kewenangan mereka. Dengan alasan
apapun, guru baik sebagai perorangan maupun dalam kelompok (MGMP) sebaiknya
menghindarkan diri dari perbuatan dan tindakan tidak terpuji. Tindakan yang
tidak terpuji tersebut misalnya menjadi Tim
Sukses UN, dengan memberikan jawaban atau mengubah jawaban peserta didik
yang heboh pada tahun 2006. Ini merupakan Dosa
Besar, karena merugikan sebagian peserta didik, baik tindakan itu diketahui
maupun tidak diketahui oleh peserta didik. Tindakan tersebut merupakan kebohongan nasional, yang akan merusak
generasi bangsa. Mudah-mudahan hal tersebut tidak terulang di masa yang akan
datang karena “Guru kencing berdiri,
murid kencing berlari”, bahkan peserta didik bisa mengencingi guru, kalau
gurunya tidak terpuji.
4. Membentuk Kelompok Diskusi Terbimbing
Kelompok diskusi terbimbing dibentuk untuk mengatasi pendidik dan tenaga
kependidikan yang kurang disiplin dalam melakukan tugas-tugas sekolah. Kegiatan
diskusi ini, dilakukan di sekolah minimal 1 kali per bulan. Pembentukan
kelompok dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan dan dibimbing
oleh kepala sekolah. Dalam kegiatan diskusi bisa melibatkan kepala sekolah,
atau orang lain yang dianggap ahli dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh
pendidik dan tenaga kependidikan sehubungan dengan tugas dan fungsinya.
Untuk
keperluan pengembangan materi pada MGMP, setiap guru pembimbing dapat
menyampaikan hasil diskusi kelompok, sehingga tejradi saling tukar pengalaman
dan saling membantu bila terjadi kesulitan. Kelompok diskusi terbimbing ini
dibawah pengawasan kepala sekolah, khususnya untuk meningkatkan disiplin,
motivasi serta membimbing pendidik dan tenaga kependidikan untuk menghindari
pengaruh pergaulan sosial yang kurang baik.
Jika
dilakukan dengan serius, maka upaya yang dilaukukan dapat membuahkan hasil yang
sangat memuaskan khususnya meningkatkan motivasi dan semangat kerja para
pendidik dan tenaga kependidikan, dengan demikian upaya ini perlu dikembangkan
dengan cara mencari model-model pembinaan yang efektif dan efisien untuk
meningkatkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.
5. Meningkatkan Layanan Perpustakaan
“Buku adalah sumber ilmu, membaca adalah
kuncinya, dan perpustakaan adalah gudangnya”. Oleh karena itu, salah satu
sarana peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan adalah tersedianya bahan
pustaka yang dapat menunjang profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan
di sekolah. Pengembangan dan peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan
akan sulit dilakukan jika tidak ditunjang oleh sumber belajar yang memadai.
Pengadaan bahan pustaka diarahkan untuk mendukung kegiatan pembelajaran dalam
memenuhi kebutuhan peserta didik dan guru akan materi pembelajaran. Disamping
itu, untuk memperkaya bahan-bahan yang diperlulan pendidik dan tenaga
kependidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya secara
optimal.
Pada
umumnya sekolah masih memerlukan buku-buku bacaan wajib maupun penunjang untuk meningkatkan
profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dan mendukung kegiatan belajar
peserta didik. Pengadaan buku pustaka diarahkan untuk meningkatkan
profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk kegiatan MGMP
sekolah dan mendukung belajar peserta didik. Untuk meningkatkan profesionalisme
guru, diadakan buku-buku pegangan guru dari sumber yang relevan. Sedangkan
untuk mendukung belajar peserta didik, diadakan buku-buku yang diperlukan untuk
pendalaman materi ujian.
Pengadaan koleksi perpustakaan dapat dimulai dengan melakukan
identifikasi buku-buku yang diperlukan oleh guru dan peserta didik dan mencatat
buku-buku yang tidak ada atau tidak mencukupi kebutuhan sekolah. Cara yang
dapat dilakukan dalam memenuhi kekurangan buku-buku tersebut, antara lain
dengan mengadakan kerjasama dengan perpustakaan pada instansi lain yang
mempunyai potensi untuk membantu pengadaan buku sekolah atau membeli buku-buku
tersebut secara langsung apabila tersedia dana untuk pengembangan perpustakaan.
Disamping itu, perlu diupayakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pengelola perpustakaan. Dalam
peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, kepala sekolah
harus memberikan kesempatan mengikuti pelatihan singkat bagi pengelola
perpustakaan. Hal ini dipandang penting dalam peningkatan dan pengembangan
perpustakaan untuk dapat menyediakan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik dan keperluan guru dalam meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilannya. Dalam hal ini, sekolah juga harus berupaya untuk memperhatikan
penyediaan anggaran perpustakaan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, sekolah bersama-sama
dengan semua unsur-unsurnya termasuk BP3, Komite sekolah dapat membuat rencana
dan program untuk merealisasikan rencana dan mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.
Pada
umumnya rencana yang dibuat telah menjelaskan aspek-aspek mutu yang ingin
dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan
dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan. Hal tersebut
dilakukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan
dari pemerintah maupun orang tua peserta didik, baik secara moral maupun
finansial untuk menerapkan KYD.
6. Memanfaatkan Teknologi Informasi
Salah
satu ciri era globalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat
teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan
satelit, dan internet. Kehadiran teknologi ini perlu dimanfaatkan oleh duniaa
pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan
efisiensi pendidikan. Teknologi informasi dilakukan dengan mengoptimalkan
pendayagunaan kepakaran untuk mengatasi kesulitan jangkauan kewilayahan dalam melakukan
layanan pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi perlu dilakukan secara
kolaboratif dan partisipatif antara lembaga-lembaga pendidikan dengan berbagai
pihak yang memiliki akses pada teknologi komunikasi.
Teknologi informasi dapat memberikan bantuan untuk kegiatan sosialisasi
pengembangan dan penerapan kurikulum, memperluas daya jangkau pembelajaran,
sumber belajar, dan pengembangan jaringan kerjasama (networking) dalam
penyelenggaraan sistem pembelajaran.
7. Mengadakan Perubahan di Kelas
Kelas merupakan kawah candradimuka, bagi
peserta didik di sekolah. Sebagian besar pembelajaran berlangsung di
kelas. Oleh karena itu untuk menyukseskan kurikulum, serta mengembangkan SKKD,
dituntut untuk mengadakan perubahan di kelas. Kelas harus merupakan
tempat yang menyenangkan bagi peserta didik untuk belajar dan mengembangkan
potensinya. Kelas harus mampu memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan
peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar